Sunday, November 21, 2010

Bolehkah wanita jadi penerbang heli ?

Oleh : Kang Tatang
Sumber : Ankasa Online

Keinginan wanita jadi penerbang masih saja diliputi kontroversi. Walau belum terbukti kebenarannya, mereka kerap ditolak karena alasan "kewanitaan", khususnya untuk helikopter. Sejauh mana kebenarannya?

Dari salah satu lembaga pendidikan penerbangan militer terbetik berita bahwa mereka tidak menerima calon pilot wanita, khusus untuk helikopter. Menurut persyaratan aeromedik yang mereka pegang, wanita tidak diperbolehkan mengikuti seleksi dengan alasan vibrasi (getaran) helikopter dapat membahayakan organ reproduksi.

Berbeda dengan organ reproduksi pria yang sebagian besar terletak di luar rongga perut dan bebas menggantung di luar tubuh, organ kewanitaan termasuk uterus (rahim) dan ovarium (Ovary) berikut saluran ovum, terletak di dalam rongga perut. Semua peralatan genitourinary itu tertata dan terikat rapi bersama organ "dalaman" lainnya.

Maka timbullah pertanyaan, mengapa justru pria memenuhi persyaratan medis untuk menjadi penerbang helikopter, sedangkan wanita tidak? Apakah organ wanita yang justru terikat erat melekat pada dinding rongga perut lebih rapuh dibanding alat vital pria yang bergelantungan itu? Untuk menjelaskannya, tentunya perlu ditelusuri dahulu alasan, pra-anggapan, logika, aspek anatomis-fisiologis organ reproduksi wanita, dan tentu saja tentang vibrasi dari helikopter.

Sebagai pesawat dengan thousands parts vibrating in close formation, jelas bahwa helikopter adalah jenis pesawat bersayap baling-baling (rotary wing) dengan sumber vibrasi yang berasal dari ribuan bagian yang terpadu. Secara teknis, vibrasi atau getaran pada pesawat terbang adalah semacam gangguan goyangan mekanis yang tertahan dan dapat mengganggu kesehatan, kenyamanan, atau efisiensi dari seorang penerbang. Tak terkecuali pesawat sayap tetap (fix-wing), semua pesawat terbang selalu mungkin terjadi vibrasi. Selain akibat getaran pada internal combustion atau jet power, getaran juga bisa diakibatkan oleh turbulensi udara.

Khusus pada helikopter, vibrasi berasal dari putaran rotor utama (main rotor), baling-baling belakang (tail rotor), dan gear-box sebagai alat transmisi yang roda giginya selalu berputar. Getaran besar ini dapat menjalar ke bagian-bagian luar dan dalam tubuh manusia, terutama ke tubuh pilot, melalui kursi, alat kontrol kemudi, atau stick dan rudder yang selalu diinjak. Pada pesawat bermesin piston, getaran mesin dan propeler dapat menghasilkan vibrasi 10 sampai 1.000 Hz. Lain halnya dengan mesin jet yang akan menghasilkan getaran di pesawat, 100 sampai 10.000 Hz. Di samping getaran dengan frekuensi tinggi, pada helikopter juga ada infra sonic frequency (di bawah 10 Hz) yang bermakna fisiologis terhadap tubuh manusia dan mengandung sumber energi tersendiri.

Nah, justru vibrasi dengan frekuensi rendahlah yang pada kenyataannya banyak memberi efek fisiologis pada tubuh manusia, khususnya terhadap organ-organ di dalamnya. Selain dari kuantitas frekuensi, perlu dicamkan juga intensitas, arah, serta durasi getaran. Secara biologis, tubuh manusia terdiri dari massa yang tidak homogen serta berupa sistem yang non-linear. Dalam hal ini, frekuensi getaran bebas sebesar 4 sampai 25 Hz-lah yang paling banyak pengaruhnya. Khusus getaran 4 sampai 5 Hz, yang paling dipengaruhi adalah dinding perut dan dada, serta diafragma atau sekat antara rongga dada dan perut.

Akibat getaran yang terus-menerus dan tak tertahankan, seorang pilot helikopter bisa menderita nyeri kronis atau gangguan degeneratif pada tulang, otot, dan jaringan ikat di bagian punggung. Rasa nyeri ini selain merupakan penderitaan, juga dapat menimbulkan fatigue atau kelelahan umum. Hanya masalahnya kini, masih belum terukur sejauh mana kemampuan manusia untuk menahan efek vibrasi tersebut, mengingat sifatnya yang individual dan kompleks. Pengaruh buruk dapat meliputi seluruh tubuh atau bagian-bagian badan saja, terutama yang secara langsung menjadi titik kontak dengan getaran, misalnya, bagian bokong, tangan, dan kaki.
Belum terbukti
Industri helikopter bukannya tak peduli. Belakangan mereka telah menaruh perhatian besar dalam merancang kursi pilot uang dilengkapi peredam getaran. Untuk maksud yang sama, juga dirancang filter stabilization system yang dipasang di helm. Sistem stabilisasi ini dapat membantu mengurangi efek getaran sampai ambang toleransi minimum. Selain terhadap tubuh, vibrasi juga mempengaruhi konsentrasi yang terfokus serta ketajaman penglihatan penerbang yang tengah mengoperasikan pesawatnya.

Akan halnya himbauan agar wanita tak menjadi pilot helikopter, yang sering menjadi dasar pertimbangan dokter penerbangan, adalah gangguan kesehatan yang disebut PMS (Pre Menstrual Syndrome), dismenore, dan endometriosis. Sindrome premenstrual adalah gangguan yang sering terjadi pada sebagian kecil wanita pada 7-14 hari menjelang menstruasi (haid). Gangguan ini berupa keluhan sakit kepala, perut bagian bawah kencang, emosional, pusing, dan sulit konsentrasi. Kalau hal ini terjadi, si pilot untuk sementara tidak diterbangkan.

Lain halnya dengan dismenore. Diderita oleh wanita yang jauh lebih sedikit jumlahnya, gangguan kesehatan ini ditandai keluhan nyeri perut bagian bawah akibat kontraksi uterus yang berlebihan. Sementara mengenai endometriosis, yang merenggut kaum wanita dari jumlah yang lebih kecil lagi, adalah gangguan kesehatan yang disebabkan sebagian kecil endometrium, yang seharusnya melapisi bagian dalam selaput uterus atau rahim, tumbuh di luar habitat yang sebarusnya. Selama mengkonsumsi obat-obatan penghilang rasa sakit (analgesik), pilot wanita yang kebetulan menderita gangguan kesehatan ini bisa dikenai temporary grounded.

Menurut pengalaman para dokter spesialis kandungan yang juga dokter penerbangan, getaran akibat putaran propeller, mesin, atau rotor, memang dapat menyakitkan punggung pilot yang menerbangkannya. Namun, mengingat organ-organ reproduksi wanita terletak teguh disangga jaringan ikat dan tertata rapi melekat di dinding perut bagian dalam, kiranya organ-organ ini tak akan terganggu secara fisiologis, sehingga tak akan mengganggu faal-nya. Kehamilan muda (0-16 minggu) yang dulu dimitoskan rawan guncangan karena janin masih belum teguh melekat di dinding rahim, juga belum terbukti kebenarannya. Namun kehamilan muda dengan tidak terbang dapat saja dianjurkan.

Kalaupun secara medis kondisi kehamilan dikatakan menjadi penghalang kegiatan terbang, alasannya terutama adalah karena pertimbangan teknis akibat gerak tubuhnya yang semakin terbatas. Di lain pihak, kekhawatiran juga bisa karena alsan adanya potensi serangan stres penerbangan, termasuk kemungkinan terjadinya hipoksia, dekompresi, dan akselerasi, serta bukannya karena sifat organ reproduksi dan kondisi janin.

Mengingat longgarnya alat reproduksi pria (testis, skrotum, dan penis), maka seharusnya yang pertama perlu dikhawatirkan justru adalah para pria. Sebab, sekali lagi, organ-organ kewanitaan untuk reproduksi sesungguhnya jauh lebih mapan, solid, dan tersembunyi dibanding yang dimiliki kaum pria. Boleh jadi atas kenyataan ini seorang wanita di Inggris bisa menjadi komandan dari sebuah skadron helikopter militer. (Dr Suryanto W. , Dokter Spesialis Kedokteran Penerbangan )

No comments:

Post a Comment

Terima kasih anda telah memberikan komentarnya disini.